Cara Startup Menemukan Product-Market Fit

Cara Startup Menemukan Product-Market Fit

Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh CB Insights, tidak ada keperluan pasar jadi pemicu paling besar dari ketidakberhasilan sebuah startup 42 %. Maknanya, startup sudah tawarkan produk digital, tetapi frekwensi dan jumlah pemakainya kurang cukup besar untuk membikin perusahaan dapat berkembang dan bertahan.

Karena ada wabah yang memberi imbas negatif pada mayoritas startup di Indonesia 42,5 %, karena itu makin penting untuk startup tahapan awalnya untuk pelajari langkah terbaik mendapati Product-Market Bugar (PMF) supaya bisa bertahan.

Bila gagal lewat proses PMF, karena itu dapat ditegaskan jika startup itu akan tidak berhasil atau jadi startup "zombie". Startup "zombie" sebagai panggilan untuk beberapa perusahaan rintisan yang bertahan, tetapi tidak mempunyai perkembangan usaha.

Oleh karenanya, Startup Studio Indonesia (SSI) meringkas lima panduan penting untuk cari PMF dari 3 startup veteran Indonesia yaitu Grady Laksmono, Co-founder Moka, Phil Opamuratawongse, Co-founder Shipper; dan Fajar Budiprasetyo, Co-founder dan CTO HappyFresh:

1. Tes Pasar
Salah satunya kekeliruan khusus startup ialah menanti kelamaan untuk mengetes apa pasar terima produk mereka secara baik atau mungkin tidak. Bila mode usaha startup dengan pangkalan berlangganan, karena itu pasarkan ongkos berlangganan yang bagus ke beberapa pemakai, dan penilaian masukan yang mereka beri untuk tentukan apa pola itu dapat berjalan baik atau mungkin tidak.

"Banyak founder startup yang membuat problem-problem yang sebetulnya tidak tidak ada atau ada berarti di pasar. Kita harus dapat membandingkan di antara ‘keyakinan' dan ‘fakta'. Dan proses ini harus jalan secara cepat, benarkah ada masalah itu? Berapakah orang yang betul-betul memerlukan jalan keluarnya? Bila kelamaan, kita cuman akan habiskan terlampau beberapa sumber daya dan waktu untuk hal yang percuma," ungkapkan Grady Laksmono.

2. Kerjakan A/B testing
Dalam operasional startup, sering perusahaan mendatangkan sejumlah fitur baru dengan keinginan untuk menarik makin banyak pemakai. Tetapi, ini malah menjadi destruksi dari penawaran khusus startup. Oleh karenanya, Fajar Budiprasetyo merekomendasikan startup untuk jalankan A/B testing supaya bisa hitung imbas riil dari sebuah promosi/feature/kerja sama baru. Dia juga akui budaya uji coba ini sudah dia pupuk semenjak meningkatkan HappyFresh.

3. Dengar operan balik dari pemakai
Untuk dapat capai PMF, karena itu jalan terbaik untuk betul-betul pahami sasaran pemakai, dimulai dari keperluan, kemauan, sampai keinginan mereka.

"Semua pemakai ingin coba service startup supaya bisa memudahkan hidup mereka. Karena itu, terutama untuk beberapa startup B2B atau startup yang mode usahanya sulit dan memerlukan pembelajaran lebih, jika pemakai belum tertarik coba, kita yang perlu giat ‘jemput bola' dan ajak mereka untuk memakai mekanisme kita, terangkan apa kelebihan-kelebihannya," kata Phil Opamuratawongse, mencerminkan kisah hidupnya dalam memperbesar Shipper.

4. Fleksibel dalam mengadopsi produk
Kenyataannya, tidak seluruhnya startup akan kerap dipakai oleh pemakai. Tergantung pada tipe usahanya, ada startup-startup yang cuman dipakai sekali satu bulan atau sekali dalam beberapa waktu. Ini akan turunkan tingkat penyimpanan pemakai

5. Konsentrasi meningkatkan ‘power user'
Hal yang lain tidak kalah penting untuk tentukan PMF ialah konsentrasi dalam peningkatan pangkalan ‘power user'. Ketahui siapa power pemakai atau pemakai setia kita, dan fokuslah untuk meluaskan fragmen ini dengan membuat beberapa produk baru sesuai keperluan mereka. Ketahui apa yang membuat power pemakai ini setia dan berminat untuk coba produk startup kita. Mereka yang tentukan apa startup kita dapat semakin mengalami perkembangan atau mungkin tidak.